makna filosofi rumah adat Yogyakarta
Fisika
talia271
Pertanyaan
makna filosofi rumah adat Yogyakarta
1 Jawaban
-
1. Jawaban SifaSF1
Teras dan Pendopo
Di bagian depan, rumah tradisional Jawa memiliki teras yang tidak memiliki atap dan pendopo (pendhapa) yaitu bagian depan rumah yang terbuka dengan empat tiang (saka guru) yang merupakan tempat tuan rumah menyambut dan menerima tamu-tamunya.
Bentuk pendopo umumnya persegi, di mana denah berbentuk segi empat selalu diletakkan dengan sisi panjang ke arah kanan-kiri rumah sehingga tidak memanjang ke arah dalam tetapi melebar ke samping (Indrani, 2005: 7).
Pendopo pada rumah Jawa terbuka tanpa pembatas pada keempat sisinya, hal ini melambangkan sikap keterbukaan pemilik rumah terhadap siapa saja yang datang.
Pendopo biasanya dibangun lebih tinggi dari halaman, ini dimaksudkan untuk memudahkan penghuni menerima tamu, bercakap-cakap sambil duduk bersila di lantai beralas tikar sesuai tradisi masyarakat Jawa yang mencerminkan suasana akrab dan rukun.
Bentuk salah satu ruang dalam rumah tradisional Jawa tersebut memperlihatkan adanya konsep filosofis tentang makna ruang yang dalam di mana keberadaan pendopo sebagai perwujudan konsep kerukunan dalam gaya hidup masyarakat Jawa.
Pendopo tidak hanya sekadar sebuah tempat tetapi mempunyai makna filosofis yang lebih mendalam, yaitu sebagai tempat untuk mengaktualisasi suatu bentuk/konsep kerukunan antara penghuni dengan kerabat dan masyarakat sekitarnya (Hidayatun, 1999:7). Pendopo merupakan aplikasi sebuah ruang publik dalam masyarakat Jawa.
Pringgitan
Ruang yang masih berfungsi sebagai ruang publik adalah ruang peralihan dari pendopo menuju ke dalem ageng disebut pringgitan, yang juga berfungsi sebagai tempat mengadakan pertunjukan wayang kulit pada acara-acara tertentu.
Pringgitan memiliki makna konseptual yaitu tempat untuk memperlihatkan diri sebagai simbolisasi dari pemilik rumah bahwa dirinya hanya merupakan bayang-bayang atau wayang dari Dewi Sri (dewi padi) yang merupakan sumber segala kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan (Hidayatun, 1999:39).
Menurut Rahmanu Widayat (2004: 5), pringgitan adalah ruang antara pendhapa dan dalem sebagai tempat untuk pertunjukan wayang (ringgit), yaitu pertunjukan yang berhubungan dengan upacara ruwatan untuk anak sukerta (anak yang menjadi mangsa Bathara Kala, dewa raksasa